Posted by : Elvin Pangadongan Saturday, 8 November 2014



Sudah Benar memisahkan Pendidikan Dasar Menengah (Budaya) dan Pendidikan Tinggi (Riset Teknologi). Pembentukan Kementerian Baru Dikti Ristek ini jika melihat cerita sukses Pendidikan di Jerman maka ini keputusan tepat. Di Jerman Pendidikan Tinggi disatukan dengan Riset dan Teknologi dan dipegang oleh Menteri di Level Nasional. Jadi, pendidikan tinggi kebijakannya di level negara.
Pendidikan Dasar dan Menengah (termasuk budaya) di Jerman dipisah dengan Dikti Ristek. Tidak cuma dipisah, di Jerman TIDAK ADA kementrian untuk Dikdasmenbud di level NEGARA. Dikdasmenbud adanya di level PROPINSI. Propinsi punya otonomi untuk mengembangkan Dikdasmenbud. Hanya untuk konteks ini Indonesia jangan contoh Jerman dikarenakan disparitas antar propinsi di Indonesia amat besar, jika diserahkan ke propinsi jurangnya semakin besar. Jadi, Dikdasmenbud dengan persoalan begitu rumit di Indonesia harus dipegang oleh kekuasaan di level negara.
Berangkat dari hal tersebut sebenarnya, jika mengacu pada sejarah sukses Jerman maka keputusan Presiden untuk memecah Pendidikan dalam Dikdasmen (yang digabungkan dengan Budaya) dan Dikti (yang digabungkan Riset dan Teknologi) adalah Keputusan tepat jika bercermin dari sejarah sukses di negara lain yang Pendidikan, Riset dan Teknologinya maju bahkan kesejahteraan penduduknya merata.
XXX
Jenjang Pendidikan Tinggi di Indonesia harus disempurnakan untuk mencetak Ilmuwan!
PTN harus diinisiasikan untuk membangun jenjang Pendidikan yang baik agar tercipta SDM yang baik. Kemampuan Riset dan Konseptual Para Akademisi kita itu amat rendah. Kita kekurangan para ahli riset yang mumpuni baik itu riset murni untuk loncatan teknologi maupun riset aplikatif untuk solusi tepat guna persoalan masyarakat.
Jenjang Akademik seperti S1, S2 dan S3 terutama pada PTN Top harus diperbaiki! Untuk catatan: Jenjang Akademik itukan fokusnya pada Transfer Ilmu, Riset Murni dan Riset Aplikatif dan ini dilaksanakan oleh Universitas, Institut dan di Sekolah Tinggi.
Mestinya penerimaan mahasiswa baru di PTN Top dari lulus SMU langsung studi lanjut sampai ke S2. Dengan demikian maka akan banyak SDM yang siap untuk riset yang dihasilkan oleh PTN top. Tetap boleh begitu lulus S1 tidak lanjutkan ke S2, hanya mestinya jenjangnya disiapkan langsung lulus SMU dimudahkan untuk kuliahnya lanjut sampai S2. Dikarenakan S1 itu nanggung: tidak trampil tapi juga tidak terdidik kuat secara konsep.
Kedepan PTN-PTN besar seperti UGM, UI, ITB, IPB, Unair, Unpad, ITS, Undip, UNS, Unibraw, USU, Unand, Unsri, Unhas HARUSnya mulai mempelopori Program UMPTN-nya langsung untuk menerima lulusan SMU dididik sampai S2.
Sementara untuk PTN “yang biasa saja” tidak perlu dibebani untuk mencetak SDM yang kuat di riset. Dengan kata lain biarkan PTN “yang biasa saja” dengan Program normalnya. Begitu juga dengan PTS diserahkan pada kebijakan PTS masing-masing. Untuk diingat kenapa PTN “yang biasa saja” tidak dibebankan untuk pengembangan riset? Point pentingnya adalah TIDAK perlu semua Universitas harus hebat di riset!
Riset butuh resources yang amat khusus dan amat mahal. Jadi TIDAK perlu dibebankan pada semua. Diberi misi pada PTN yang sudah top saja untuk juga mengembangkan riset. Cukup 20-25 PTN saja.
Sisanya tetap biarkan berjalan seperti selama ini dengan peningkatan kualitas proses belajar tentu saja harus dilakukan. Tugas pengajaran itu tidak kalah pentingnya dengan riset dan porsi universitas yang terlibat dalam pengajaran itu harus lebih banyak dan jauh lebih banyak dengan porsi universitas yang menjalankan misi riset.
Jadinya universitas yang tidak dibebani misi riset dapat fokus pada pengembangan pengajaran dan transfer ilmu yang baik. Tentu saja mereka bisa tetap mengembangkan riset pada batas2 tertentu.
XXX
Membangung Tradisi Pendidikan Vokasi untuk mencetak Para Kapten-Kapten Industri dan Prajurit Tangguh Operator Lapangan
Kota Vokasi

SDM industri kita memang levelnya memble. Tidak siap untuk kompetisi global. Dikarenakan Industri kita diisi oleh SDM S1 yang memble dipraktek tapi juga mentah diteori. Mestinya indsutri kita diisi oleh hasil dari pendidikan vokasi. Sayangnya pendidikan vokasi diabaikan karena tradisi masyarakat kita yang “gila gelar”. Jadilah berbondong ke jenjang sarjana dan lulus tidak siap kerja sehingga industri hanya tersedia SDM yang tidak trampil. Ini salah satu kunci kekalahan industri kita saat kompetisi global.
Meskipun terlambat tampaknya pemerintah mulai benahi jenjang vokasi. Jenjang Vokasi itu sejatinya fokus pada dua hal sebagai berikut:
1) Sekolah Vokasi untuk Transfer Ilmu, sedikit Riset terutama Riset Aplikasi serta Traning untuk Penguasan Tools dan Teknologi Aplikatif.
Nah untuk tugas ini diserahkan pada Sekolah Vokasi Tinggi Negeri (SVTN) dan Politeknik Negeri (Poltekneg). Jenjang yang dibuka adalah D4 (Sarjana Terapan) serta S2 Terapan. Tujuannya menghasilkan TENAGA AHLI yang TRAMPIL yang mensupervisi pekerjaan dan tugas di industri. Mereka disiapkan menjadi Kapten-Kapten Industri.
Jadinya, instititusi STVN dan Poltekneg JANGAN dibebani buka D1, D2 dan D3.
Sekolah-sekolah Vokasi Tinggi Negeri di UGM, UI, IPB, Unair, Unpad, Undip, dll serta Politeknik terbaik seperti PENS, PPNS, Polban, Polman, PNJ, PNS sebaiknya SEGERA MENUTUP semua program D3-nya serta membuka HANYA Program D4 dan S2 Terapan.
2) Sekolah Vokasi untuk  Traning Penguasan Tools dan Teknologi Aplikatif dan sedikit Transfer Ilmu.
Nah yang ini dibebankan pada Akademi Negeri atau Akademi Komunitas Negeri. Jenjang yang mereka buka adalah D1, D2 dan D3. Ini benar-benar tujuannya untuk mendidik Pekerja Trampil yang siap pakai menjadi prajurit tangguh operator lapangan.
Program D1, D2 dan D3 diserahkan pada Akademi Negeri dan Akademi Komunitas Negeri.
Pembagian tersebut harusnya dirumuskan secara baik sehingga kita tersedia SDM yang kuat diriset dan teori serta tersedia juga yang trampil kerja di industri.
Dari tepian lembah Sungai Elbe

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Blog Archive

Download Ebook

Statistik Pengunjung

Powered by Blogger.

- Copyright © TeknoΣdu -Metrominimalist- Powered by Blogger - Edited by Elvin Pangadongan -